Enter your keyword

Desa Rende – Desa Wisata Berbasis Pertanian dan Masyarakat

Desa Rende – Desa Wisata Berbasis Pertanian dan Masyarakat

Penulis : Mentari Alwasilah

SITH.ITB.AC.D, Bandung – Kelompok Keahlian Manajemen Sumber Daya Hayati (KK-MSDH) SITH ITB mengimplementasikan hasil penelitian Desa Wisata berbasis masyarakat dan pertanian yang berkelanjutan dengan ikon “Penanaman Berbagai Jenis Tanaman Bumbu Nusantara’. Desa Wisata Rende diharapkan menjadi pelopor desa wisata pertama di Indonesia yang mengusung berbagai jenis bumbu nusantara sebagai daya tarik wisatanya. Koleksi berbagai macam bumbu tersebut akan didesain dalam kawasan “Planet Bumbu Nusantara” yang terintergaris dengan agrowisata juga atraksi budaya dan kuliner khas Desa Rende.

Desa wisata adalah kawasan perdesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian perdesaan, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik (Andini, 2013). Konsep pariwisata perdesaan dengan bentuk desa wisata berpotensi dikembangkan di Indonesia karena negara ini kaya akan budaya dan keindahan alam. Salah satu tujuan dari pengembangan Desa Wisata ini yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan, mengingat bahwa hampir 75% dari populasi orang miskin di dunia hidup di pedesaan (Nedelea & Okech, 2008).

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh tim peneliti (Yustiana, dkk., 2017), nilai index pengembangan desa wisata rende melalui pendekatan supply side sebesar 92,36% dengan index kelayakan dalam kategori layak dikembangkan. Melalui analisis SWOT, Desa Wisata Rende berada pada posisi hold and mantain. Strategi umum yang perlu diterapkan dalam menghadapi situasi tersebut adalah melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk wisata.

Melalui analisis QSPM, prioritas strategi yang akan dikembangkan anatara lain:

  1. Penataan kelembagaan kelompok wisata “Pokdarwis”;
  2. Pemberdayaan masyarakat;
  3. Mengembangkan Planet Bumbu Nusantara;
  4. Mengembangkan agrowisata berbasis buah;
  5. Mengembangkan wisata kuliner;
  6. Menjalin kerjasama dengan mitra usaha untuk memasarkan buah-buahan;
  7. Untuk penetrasi pasar melakukan kerjasama dengan instansi pendidikan;
  8. Promosi online;
  9. Memperbaiki kualitas produk dan kemasan penganan ringan;
  10. Mengembangkan atraksi wisata bersepeda;
  11. Mengadakan pertandingan sepak bola secara berkala;
  12. Melakukan penataan budidaya “Cidole”;
  13. Wisata menikmati pemandangan melalui menara;
  14. Mengembangkan atraksi wisata edukatif disawah;
  15. Mengembangkan produk dan atraksi kerajinan wayang golek.

Setelah dipetakan, Desa Rende terdiri dari 17 RW, dan 13 RW diantaranya memiliki potensi yang dapat dikembangkan, yaitu pembuatan wayang golek; pembuatan berbagai jenis makanan tradisional seperti keripik pisang, kerupuk, kue supa, ketan dan tape; pengrajin kendang; pemandangan indah persawahan dan bukit; atraksi budaya seperti pencak silat dan ‘Paraji Pupuhan’; tanaman TOGA; peternakan Cidole (kelinci-domba-lele); dan stadion Abipraya. Dari sisi aksesibilitas wilayah, Desa Rende ini dapat di akses melalui beberapa opsi transportasi seperti Kereta Api Lokal, mobil, sepeda motor, sepeda, dan juga jalan kaki. Selain itu, dari perencanaan pembangunan Rel KCIC, Desa Rende akan menjadi salah satu desa yang dilewati oleh kereta ini.

Pada tahap awal, pengembangan Desa Wisata ini akan berpusat pada RW 03 sebagai demonstrasi plot (demplot), dimana lahan milik desa seluas 5 Ha akan dibagi kedalam 6 zonasi, yaitu Area Penerima, Area ‘Planet BUmbu Nusantara’, Area Wisata Argo, Area Wisata Budaya, Area Wisata Kuliner, dan Area Bermain.

Pengembangan Desa Wisata Rende ini diharapkan menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan kualitas kehidupan suatu pedesaan dan dapat menjadi sebuah model bagi pembangunan desa wisata berbasis pertanian yang berkelanjutan untuk yang lainnya.

X