Pengamanan Rantai Pasok Produk Pangan dan Perkebunan di Masa Pandemi COVID-19 dan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)
WEBINAR.SITH.ITB.AC.ID – Kelompok Keahlian Manajemen Sumber Daya Hayati (MSDH) ITB melaksanakan Public Lecture yang merupakan salah satu rangkaian acara SITH Virtual Engagement Series pada Jumat, 10 Juli 2020, dengan topik Pengamanan Rantai Pasok Produk Pangan dan Perkebunan di Masa Pandemi COVID-19 dan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Acara ini dibawakan oleh Dr. Angga Dwiartama yang merupakan salah satu dosen anggota KK MSDH-ITB serta Wakil Dekan Bidang Sumber Daya SITH-ITB, Abdenego Gunawan yang merupakan Head of Trade Procurement TaniSupply (TaniHub Group), serta Ir. Hendy Jatnika yang merupakan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. Acara yang diadakan melalui video conference Zoom dan Livistream Youtube tersebut dipandu oleh Dr. Mulyaningrum sebagai moderator dan dihadiri sebanyak 172 peserta. Acara dimulai dengan sambutan hangat yang diberikan Dekan SITH, Dr. Endah Sulistiawati, dan dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua KK MSDH, Dr. Yooce Yustiana, yang menjelaskan ruang lingkung bidang kajian yang diteliti oleh KK MSDH.
Pada sesi pertama, Dr. Angga Dwiartama memaparkan bagaimana rantai pasok pangan terdampak pandemi COVID-19, karakteristik rantai pasok produk pertanian, gejala sosial yang ditimbulkan, dan bagaimana membangun sistem pangan yang tangguh (resilient food system). Pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia selama kurang lebih 5 bulan dan diterapkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa daerah menyebabkan produk pangan yang dihasilkan petani tidak terserap di pasar karena terkendala proses distrbusi, sehingga harga pangan melonjak. Disisi lain, pendapatan petani di Provisi Bali meningkat karena kesempatan pasar lokal menjadi lebih terbuka. Fakta tersebut menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia menimbulkan dampak yang berbeda pada setiap jenis komoditas dan rantai pasok pangan. Adanya pandemi ini menyebabkan pembatasan ekspor dan impor di sektor pangan, diberlakukannya akses terbatas bagi supplier maupun pembeli di pasar tradisional, meningkatkan aktivitas belanja online, pembatasan akses keluar masuk daerah (formal/informal), serta terganggunya proses produksi akibat kurangnya tenaga kerja. Menurut FAO, di masa pandemi ini masyarakat mempunyai hak atas pangan untuk tercukupi kebutuhan pangannya, memprioritaskan pangan lokal, mendukung cadangan strategis pangan nasional, memberikan bantuan pangan kepada yang membutuhkan. Tedapat berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan rantai pasok di tengah pandemi COVID-19 dan menuju adaptasi kebiasaan baru, diantaranya dengan meningkatkan diversifikasi rantai pasok di pasar dengan mendorong pasar tradisional dan pasar lokal serta tetap menguatkan pasar ekspor, serta meningkatkan fleksibilitas rantai pasok.
Pada sesi kedua, Bapak Abednego Gunawan menjelaskan tentang bagaimana sistem TaniHub dan Tanisupply berkerja. TaniHub merupakan sebuah perusahaan yang bertujuan untuk memudahkan petani mendapat akses ke pasar atau ritel, menghadapi proses grading produk hasil pertanian, penjualan produk, dan akses kredit untuk bantuan pinjaman modal. TaniHub berusaha untuk dapat menyerap hasil pertanian dan memasarkan melalui sistem dalam bentuk market place. Sementara Tanisupply merupakan bisnis yang mengurus proses pengiriman dari petani ke gudang untuk melakukan proses sorting, grading, dan packing. TaniHub dan TaniSupply berupaya untuk memangkas rantai pasok yang terjadi di Indonesia, sehingga hasil panen dari petani memiliki harga yang bersaing. Pandemi ini mempengaruhi sistem penjualan dan pembelian, hal ini dapat dihadapi melalui strategi menghitung resiko, memetakan peluang dan kesempatan, merumuskan inisiatif yang dapat mengurangi dampak, serta menyusun rencana untuk melewati masa pandemi.
Pada sesi tiga dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, Ir. Hendy Jatnika. Beliau memaparkan bahwa adanya pandemi COVID-19 menyebabkan tingkat konsumsi menurun, terkendalanya proses distribusi, terhentinya proses pengolahan, pemintaan pasar yang menurun, dan petani merugi akibat hasil panen tidak terjual. Terhambatnya rantai pasok ini menimbulkan terjadinya inflasi di bidang perekonomian karena semua harga barang yang melonjak, sehingga perlu adanya upaya perbaikan rantai pasok seperti pengembangan mutu produk, kemitraan usaha dari hulu hingga hilir, petani mencoba untuk memasarkan produknya secara online, memberikan kemudahan akses impor, peningkatan kemampuan modal, dan menerapkan protokol COVID-19 pada setiap proses rantai pasok dan produksi. Untuk meningkatkan kualitas rantai pasok produk pertanian juga diperlukan adanya kolaborasi antara perguruan tinggi, pelaku usaha, dan pemerintah untuk mambantu petani menjadi nilai produk yang dihasilkan dapat dihargai lebih layak dengan proses rantau pasok yang lebih efisien.
Acara ini diakhiri dengan sesi tanya jawab, antusiasme peserta juga telihat dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh peserta seputar bagaimana cara meningkatkan posisi petani dalam sistem rantai pasok, bagaimana cara mengidentifikasi fintech pertanian, dan bagaimana dukungan pemerintah untuk meningkatkan daya beli produk lokal. Menurut Dzikra, salah satu peserta yang mengikuti acara public lecture ini, materi yang disampaikan cukup komprehensif dan dapat memberikan sudut pandang yang berbeda, karena aspek pangan dan ekonomi yang disampaikan ditinjau dari tiga sudut pandang yaitu akademisi, pelaku usaha, dan juga pemerintah sebagai pemegang kebijakan, namun karena waktu yang terbatas masih terdapat banyak hal yang ingin ditanyakan untuk menambah wawasan di bidang rantai pasok pada produk pertanian dan perkebunan.