Profesor Belanda Ungkap Organisme Pengganti Bahan Fosil di Acara BE Fest
JATINANGOR, itb.ac.id – Kelompok Keilmuan Agroekologi dan Teknologi Bioproduk (KK ATB), Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung (SITH ITB) melaksanakan Bioengineering Festival (BE Fest) 2023 dengan tema “Biomass Valorization to Produce Bioproducts“, di Labtek IA, ITB Kampus Jatinangor, Kamis (16/11/2023). Salah satu rangkaian kegiatannya berupa sharing session ilmu bioengineering dari Scientific Director of the Engineering and Technology, Institute Groningen, Belanda, Prof. Dr. Ir. Hero Jan (H.J.) Heeres.
Prof. Heeres menyampaikan salah satu solusi inovatif agar tidak bergantung pada bahan bakar fosil sebagai sumber energi dan material.
Beliau mengatakan, keterbatasan bahan bakar tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Salah satu solusi yang ditemukan yang lebih berkelanjutan adalah memanfaatkan biomassa sebagai sumber energi dan bahan baku industri.
Dengan materi berjudul “From Biomass to Biobased Chemicals: The Seaweed Case“, Prof. Heeres membawa perspektif menarik tentang potensi biomassa, khususnya rumput laut merah (Eucheuma Cottonii), sebagai sumber daya yang dapat diandalkan untuk memproduksi bahan kimia berbasis bio. Rumput laut merah merupakan biomassa generasi ketiga atau biomassa yang bukan bahan pangan.
Organisme tersebut mampu tumbuh di berbagai lingkungan, termasuk air tawar, air asin, dan air limbah perkotaan. Pertumbuhan rumput laut merah relatif cepat dan dapat dipanen dalam waktu enam pekan. Kandungan karbohidratnya pun tinggi mencapai 84 persen. Selain itu, tidak ada kandungan lignin pada rumput laut merah sehingga membuatnya mudah diuraikan.
“Rumput laut merah mengandung senyawa carrageenan dan agarose,” ujarnya. Kedua senyawa tersebut memegang peran penting dalam industri pangan dan farmasi. Carrageenan sebagai gelling agent, stabilizer, dan thickener, digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman. Sementara itu, agarose yang memiliki kemampuan membentuk gel banyak digunakan dalam teknik pemisahan biomolekul seperti elektroforesis.
Konsep yang diusung oleh beliau adalah “Biomass to Biobased Chemicals“, yaitu mengubah biomassa, khususnya rumput laut merah, menjadi bahan kimia berbasis bio. Melalui pendekatan model kinetik galaktosa (GAL) dan 3,6-anhidro-D-galaktosa (D-AHG), rumput laut merah dapat diolah menjadi senyawa kimia esensial seperti 5-Hidroksimetilfurfural (HMF) dan asam levulinat (LA). Kedua senyawa ini memiliki potensi besar sebagai bahan baku untuk plastik, bahan bakar, atau pelarut. Hal ini membuktikan bahwa biomassa dapat menjadi pendorong utama dalam produksi bahan kimia berkelanjutan.
Prof. Heeres menekankan bahwa kunci utama memaksimalkan potensi konversi biomassa ini adalah dengan menentukan model kinetik yang tepat dan merancang reaktor yang optimal. Dengan menggali pengetahuan lebih dalam terkait kinetika reaksi dan kondisi operasional reaktor, harapannya yield produk dapat meningkat.
Prof. Heeres memberikan wawasan tentang penelitian dan inovasi di bidang kimia hijau yang dapat membawa perubahan positif bagi masa depan industri. Rumput laut merah yang diubah menjadi bahan kimia berbasis bio pun mendukung pengembangan sumber daya terbarukan dan mengurangi jejak industri kimia di lingkungan.
Reporter: Ardiansyah Satria Aradhana (Rekayasa Pertanian, 2020)
Editor: M. Naufal Hafizh
(Sumber : www.itb.ac.id)