Orasi Ilmiah Husna Nugrahapraja: Bioinformatika Translasional Sebagai Kunci Revolusioner Pemanfaatan Data Molekuler di Era Komputasi dan Big Data
BANDUNG, itb.ac.id – Informasi big data terkait data molekuler memiliki potensi yang besar untuk digunakan dalam strategi peningkatan kesehatan. Untuk itu, diperlukan kemampuan lebih untuk mengelolanya selain analisis data. Hal inilah yang disampaikan Husna Nugrahapraja, M.Si., Ph.D., dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Bioinformatika Translasional Sebagai Kunci Revolusioner Pemanfaatan Data Molekuler di Era Komputasi dan Big Data”.
Orasi ilmiah tersebut disampaikan dalam Peringatan Dies Natalis ke-65 Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin (4/3/2024) di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, Bandung.
Husna Nugrahapraja merupakan dosen Kelompok Keilmuan Genetika dan Bioteknologi Molekular. Beliau menyelesaikan program doktoralnya tahun 2015 di Scuola Superiore Sant’Anna Pisa, Italia.
Saat ini, fokus penelitiannya adalah analisis data molekuler dari Next-Generation Sequencing (NGS), genomik dan transkriptomika, dan lain-lain.
Beliau menjelaskan bahwa bioinformatika merupakan keilmuan yang mempunyai relasi dengan bidang genetika dan genomik. Di dalamnya menggunakan teknologi komputasi untuk mengumpulkan, menyimpan, melakukan analisis data dan diseminasi data dan informasi biologi baik berupa data DNA, sequence asam amino atau terkait anotasi struktur dan fungsi dari data-data molekuler.
Objek penting dalam bioinformatika adalah data-data molekuler yang dihasilkan dari eksperimen laboratorium yang mengungkap informasi genetika. Secara umum, data molekuler yang sering digunakan adalah data DNA, RNA, protein, dan fluks. Data tersebut dihasilkan dari teknologi omic yang berkembang mengiringi perkembangan bidang molekuler dan bioinformatika.
Saat ini, informasi genetik manusia mempunyai informasi sekitar 3,2 miliar karakter bahasa nukleotida. “Jumlah informasi big data tersebut tentunya perlu didukung oleh teknik analisis data genom yang membutuhkan optimasi dari sisi algoritma dan kemampuan komputasi yang handal,” jelasnya.
Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana menghubungkan data-data yang tersedia ke dalam ruang-ruang pasien atau masyarakat luas. Oleh karena itu, saat ini diperlukan kemampuan melakukan translasi atau penerjemahan yang bersifat akseleratif yang dipelajari dalam bidang bioinformatika translational.
Bioinformatika translational sendiri merupakan pengembangan penyimpanan data, sistem analisis informasi, dan metode interpretasi untuk mengoptimasi suatu proses transformasi dari banyaknya data berupa data biomedik dan genomik. Sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan secara proaktif, prediktif, preventif, dan partisipatif.
Lebih lanjut, bioinformatika translational berada di garis depan biomedis modern karena adanya sokongan dari big data omics dan kecanggihan infrastruktur teknologi dan algoritma. “Penerapan AI dengan bantuan komputer telah digunakan untuk mendeteksi dan mendiagnosis penyakit-penyakit tertentu seperti kanker, kelenjar getah bening, dan lain-lain,” ujarnya.
Beliau pun menjelaskan bahwa salah satu upaya penerapan bioinformatika translational di ITB adalah dengan mendukung ketahanan farmasi dan alat kesehatan. Secara spesifik, pengembangan dilakukan bidang vaksin terapeutik yang meliputi 3 topik yaitu reverse vaccinology, teraupetik, dan diagnostik.
Menutup orasinya, beliau mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantunya sejauh ini. “Pencapaian ini tentunya ada atas sokongan raksasa-raksasa besar yang ada di sekeliling saya yang berkenan memberikan pundaknya agar saya mencapai raihan sampai saat ini,” tutupnya.
Penulis: Erika Winfellina Sibarani (Matematika, 2021)
Sumber (itb.ac.id)