Enter your keyword

Kuliah Tamu Pengetahuan Lingkungan ITB Bahas Inovasi Pengelolaan Food Waste di Indonesia melalui Start-up Surplus

Kuliah Tamu Pengetahuan Lingkungan ITB Bahas Inovasi Pengelolaan Food Waste di Indonesia melalui Start-up Surplus

Caption: Pemaparan Inovasi Pengelolaan Food Waste di Indonesia melalui Surplus oleh Muh. Agung Saputra, S.Si., M.Sc., DIC., Kamis (5/12/2024) (Dok. AKH)

BANDUNG, sith.itb.ac.id—Program Studi Biologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB menggelar kuliah tamu berjudul “Inovasi Pengelolaan Food Waste di Indonesia untuk Lingkungan Berkelanjutan” di Gedung TVST, Kamis (5/12/2024). Kuliah tamu yang diikuti oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pengetahuan Lingkungan (BI2001) ini diisi oleh Alumnus Biologi ITB Angkatan 2013 sekaligus Founder Surplus Indonesia, Muh. Agung Saputra, S.Si., M.Sc., DIC.

Ia menceritakan latar belakang hadirnya Surplus. Awalnya ia merasakan kesenjangan pendidikan yang kentara antara Papua dengan Jawa. Selain itu, akses pangan di Papua sangat terbatas dibandingkan dengan di Jawa.

“Saya ga pengen kita-kita di kota-kota besar mengalami hal yang sama (kesenjangan pangan) seperti yang dialami di Papua.” tutur Agung yang merupakan alumni Biologi, SITH ITB angkatan 2013.

Selain itu, ia juga tergerak dengan kondisi di Indonesia yang notabene merupakan negara dengan food waste terbesar kedua di dunia dengan sampah makanan senilai Rp 330 triliun. “Permasalahan lingkungan kita sering menjadi sorotan dan study case di dunia, kita yang berasal dari Indonesia seringkali malu ketika permasalahan kita disorot dunia luar” ujar Agung yang merupakan lulusan Imperial College London.

Ia menjelaskan bahwa Surplus awalnya merupakan komunitas kecil yang hadir saat pandemi karena banyaknya makanan yang terbuang. “Kami hadir agar makanan-makanan itu tidak terbuang sia-sia dan dijual flash sale dan affordable sehingga tidak berakhir di TPA” ungkapnya.

Surplus menjadi aplikasi penghubung antara konsumen dengan pebisnis makanan yang berlebih, dengan penawaran diskon harga 50 persen. Hal ini menjadi win-win solution antara konsumen dan produsen karena konsumen mendapat harga makanan yang murah dan terjangkau dan produsen tidak rugi karena makanannya terbuang sia-sia.

“Mindset merchant yang cenderung membuang makanan berlebih menjadi challenge bagi Surplus” katanya.

Agung mengungkapkan bahwa saat ini, Surplus sudah menjangkau lebih dari satu juta pengguna dengan proporsi pengguna terbesar berasal dari kalangan wanita. Selain itu, Surplus juga sudah bekerja sama dengan lebih dari 1000 pelaku usaha makanan mulai dari UMKM, hotel, restoran, dan lain sebagainya.

Aplikasi Surplus juga menyediakan impact tracker & report sehingga dapat terlihat seberapa banyak makanan yang dapat terselamatkan dan berapa banyak emisi karbon yang dapat dicegah.

Caption: Pemaparan terkait pengembangan Surplus oleh Muh. Agung Saputra, S.Si., M.Sc., DIC., Kamis (5/12/2024) (Dok. Ahmad Fauzi)

Saat ini, Surplus telah mengembangkan Jucible, yakni produk smoothies yang berasal dari buah-buahan berlebih yang berasal dari petani dan swalayan. Dari Jucible ini satu ton buah dapat diselamatkan.

Terakhir, ia memaparkan bahwa menurut Food Recovery Hierarchy, hal yang pertama dilakukan yakni source reduction atau mengurangi dari sumbernya. Hal ini yang selama ini dilakukan oleh Surplus Indonesia.

Reporter: Ahmad Fauzi (Rekayasa Kehutanan, 2021)
Editor : AKH

 

 

 

 

X