Enter your keyword

Kuliah Tamu Fermenstation 2025: Menggali Kandungan Metabolit pada Tempe dan Bir Asam (Sour Beer) oleh Pakar dari Osaka University

Kuliah Tamu Fermenstation 2025: Menggali Kandungan Metabolit pada Tempe dan Bir Asam (Sour Beer) oleh Pakar dari Osaka University

BANDUNG,sith. itb.ac.id – Kelompok Keahlian (KK) Bioteknologi Mikroba dan Program Studi Mikrobiologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB menyelenggarakan kegiatan bertajuk Fermenstation 2025, di Multipurpose Hall, Gedung CRCS, ITB Kampus Ganesha, Jumat (13/6/2025). Kali ini, Fermenstation 2025 mengangkat tema “Flavors of the Archipelago”.

Salah satu sesi pada kegiatan ini adalah kuliah tamu (guest lecture) dari Prof. Eiichiro Fukusaki dan Assoc. Prof. Sastia Prama Putri dari Osaka University, Jepang, dengan dimoderatori oleh Amalia Ghaisani Komarudin, Ph.D. sebagai Dosen SITH.

Pada pemateriannya, Prof. Fukusaki mengusung tema “Application of Metabolomics in Fermentation Research”. Beliau menjelaskan bahwa metabolomik dapat menjadi teknologi analisis fenotipe resolusi tinggi. Beliau juga memaparkan bahwa metabolomik dapat digunakan untuk menganalisis fungsi sekunder makanan. “Ini memungkinkan untuk membuat model prediksi rasa yang dapat digunakan sebagai alternatif evaluasi sensori, seperti pada produk pertanian, obat alami, dan makanan fermentasi,” jelasnya.

Prof. Fukusaki juga memaparkan penelitiannya tentang sour beer, yang merupakan bir yang berasal dari Belgia dan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO pada tahun 2016. Sour beer dikenal karena memiliki rasa yang masam, memiliki konsentrasi asam organik yang tinggi dan pH yang rendah, serta menggunakan berbagai mikroorganisme seperti bakteri dan ragi sehingga membuatnya menjadi kaya rasa. “Proses pembuatan yang panjang membuat berbagai metabolit terbentuk sehingga memperkaya rasa dan aroma dari sour beer, sehingga penting untuk menginvestigasi komponen rasa yang terkandung di dalamnya” ungkapnya.

Menurutnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi karakteristik atribut sensori dari sour beer tradisional dan profil komponennya. Terdapat tiga strategi yang digunakan, yakni: 1) Component profiling; 2) Sensory evaluation; dan 3) Multivariate analysis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 261 komponen pada sour beer yang terdiri dari 167 komponen volatil dan 94 komponen nonvolatil. Komponen rasa kandidat yang menjadi karakteristik setiap sour beer dapat diselidiki dengan OPLSR. Sementara itu, analisis komprehensif komponen dalam sour beer dilakukan melalui GC/MS dan LC/MS.

“Komponen rasa kandidat yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai indeks untuk mendapatkan rasa sour beer yang ditargetkan, untuk memastikan reproduksi rasa yang stabil, dan untuk diterapkan pada evaluasi kualitas,” pungkasnya.

Selanjutnya pada sesi kedua, Assoc. Prof. Sastia menjelaskan materi berjudul “Efficient identification of underexplored health-promoting metabolites in Indonesian food”. Ia menjelaskan tentang pentingnya functional food dalam kehidupan sehari-hari. Namun, diperlukan perspektif baru dalam mengembangkan functional food lebih lanjut dari makanan yang ada. “Perspektif baru untuk menemukan komponen fungsional dari makanan yang ada, diperlukan untuk mengembangkan functional food yang baru,” jelasnya.

Saat ini, ia mengaku banyak yang memandang bahwa makanan yang sehat itu hanya berasal dari Barat, sedangkan makanan lokal dipandang tidak sehat. “Hal yang membuat mindset itu terjadi karena underexplored, atau kurangnya pengetahuan dan riset yang mendalam dari makanan lokal kita,” tuturnya.

Maka dari itu, ia melakukan penelitian yang mempelajari metabolomik produk fermentasi dari Indonesia, salah satunya yakni tempe. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi secara komprehensif metabolome dari kedelai tempe dan profil dari metabolit bioaktifnya.

Terdapat tiga metode yang digunakan, yakni widely-targeted GC-MS, untargeted LC-MS, dan LC-PDA-MS analysis. Dari hasil penelitiannya, diketahui bahwa tempe memiliki kandungan meglutol yang tinggi, yakni senyawa yang dapat menurunkan kadar kolesterol. Kandungan meglutol tersebut dapat ditingkatkan dengan penggunaan jenis legum yang berbeda. “Kita bisa meningkatkan kandungan meglutol pada tempe dengan menggunakan jenis kacang yang berbeda-beda,” ungkapnya.

Di akhir sesi, ia senang bisa mengeksplorasi lebih jauh manfaat makanan lokal Indonesia, terutama tempe. “Dengan penelitian ini, kita dapat mengetahui dan meningkatkan manfaat kesehatan makanan lokal yang kita miliki,” katanya.

Reporter: Ahmad Fauzi (Rekayasa Kehutanan, 2021)

Editor: I Dewa M. Kresna

X