Enter your keyword

Kuliah Tamu SITH  ITB Bahas Perkembangan Teknologi Untuk Arborikultur di Indonesia

Kuliah Tamu SITH ITB Bahas Perkembangan Teknologi Untuk Arborikultur di Indonesia

Caption: Tangkapan layar pemaparan dari Ketua Masyarakat Arborikultur Indonesia, Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, IPU, ASEAN Eng. (26/5/2025) (Dok. Ahmad Fauzi)

JATINANGOR, sith.itb.ac.id – Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB, menyelenggarakan kuliah tamu bertajuk “Perkembangan Teknologi Untuk Arborikultur”, secara daring, Senin (26/5/2025). Kuliah tamu ini diikuti oleh mahasiswa peserta mata kuliah BW3209 Teknik Arborikultur dan Kesehatan Pohon.

Kuliah tamu ini diisi oleh Ketua Masyarakat Arborikultur Indonesia (MArI) dan Dosen Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB University), Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, IPU, ASEAN Eng.

Di awal sesi, beliau menjelaskan mengenai konsep arborikultur dan perkembangannya di Indonesia. “Arborikultur merupakan bidang yang masih berkembang di Indonesia karena di lapangan, kebutuhan pekerjaan arborikultur ini masih belum terstandardisasi,” jelasnya.

Beliau menjelaskan perkembangan arborikultur di Indonesia mulai dari didirikannya Masyarakat Arborikultur Indonesia,  kerja sama dengan Badan Kejuruan Teknik Kehutanan Persatuan Insinyur Indonesia (PII BK Teknik Kehutanan), hingga keanggotaan asosiasi pada  International Society of Arboriculture (ISA).

Prof. Iskandar menyebutkan bahwa arborikultur adalah salah satu keahlian di bidang insinyur kehutanan yang telah tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor Sk.1190/MenLHK/Setjen/Kum.1/11/2023 tentang Standar Layanan Insinyur Teknik Kehutanan. “Salah satu keahlian yang diperlukan pada standar layanan insinyur teknik kehutanan adalah arborikultur,” tuturnya.

Beliau menjelaskan saat ini jumlah pohon di seluruh dunia telah berkurang setengahnya dan salah satu tugas arboris untuk menjaga pohon yang tersisa. “Keberadaan pohon saat ini telah merosot dari awalnya 6 triliun menjadi 3 triliun. Maka dari itu kita berusaha menjaga dan melindungi pohon yang tersisa tersebut,” jelasnya.

Lebih lanjut, beliau juga menekankan bahwa profesi arboris merupakan pekerjaan insinyur yang memerlukan kombinasi antara teori dan praktik. “Arboris ini tidak hanya harus menguasai teori, tetapi di lapangan juga harus dapat menggunakan berbagai alat, seperti halnya dokter ketika menangani pasien. Knowing and doing are equally important,” katanya.

Dalam sesi berikutnya, Prof. Iskandar menjelaskan perkembangan teknologi untuk arborikultur, dengan scope of work mencakuptim pengelola risiko pohon, tim penilai risiko pohon, serta tim jasa perawatan pohon. Selanjutnya, dijelaskan juga kerangka kerja dari arborikultur, mulai dari tempat tumbuh (tanah dan iklim), biologi, teknologi dan manajemen, serta perawatan.

Menurutnya, terdapat tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan pada pohon, yakni pemeriksaan visual terbatas, pemeriksaan dasar dengan alat sederhana, dan pemeriksaan lanjut dengan alat yang lebih modern. Selain itu, beliau memaparkan beberapa klien dari profesi arboris, yakni pengelola kawasan bisnis dan industri, perkantoran (building management), taman dan kebun binatang, kawasan ekowisata, serta dinas pertamanan dan sejeninsnya.

Prof. Iskandar menutup pemaparannya dengan membahas tantangan dan peluang dalam bidang arborikultur, salah satunya adalah penyusunan standar nasional, termasuk standar pemeriksaan dan penilaian risiko pohon. “Kami sedang menyusun standar melalui skema usulan PNPS (Program Nasional Perumusan Standar) yang disesuaikan dengan kondisi khas Indonesia, seperti curah hujan tinggi, serangan rayap, serta keberadaan spesies pohon berumur panjang dan tumbuh cepat,” tutupnya.

Reporter: Ahmad Fauzi (Rekayasa Kehutanan, 2021)

Editor: Jeprianto Manurung

X