SITH ITB Dorong Ketahanan Pangan di Desa Adobala NTT Melalui Pertanian Regeneratif dan Inovasi Pasca Panen
Flores Timur, sith.itb.ac.id — Masyarakat Desa Adobala, Kecamatan Kelubagolit, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur selama ini menghadapi keterbatasan pupuk dan kondisi tanah yang kurang subur. Untuk menjawab tantangan tersebut, Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui program Pengabdian Masyarakat DPMK (Direktorat Pengabdian Masyarakat dan Layanan Kepakaran) skema bottom-up tahun 2025 melaksanakan kegiatan bertema “Peningkatan Ketahanan Pangan Melalui Pelatihan Pertanian Regeneratif dan Pengelolaan Pasca Panen Berkelanjutan” pada 20–26 Agustus 2025.
Program ini dipimpin oleh Anriansyah Renggaman, M.Sc., Ph.D. dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB dengan dukungan dosen lintas disiplin ITB lainnya, yaitu Prof. Ir. Ramadhani Eka Putra, M.Si., Ph.D., Dr. Eng. Pandji Prawisudha, S.T., M.T., Intan Taufik, S.Si., M.Si., Ph.D., Sartika Indah Amalia Sudiarto, S.Si., M.Sc., Ph.D., dan Dr. Indrawan Cahyo Adilaksono, S.TP., M.Agr.Sc. Kegiatan juga melibatkan mitra dosen dari Universitas Nusa Cendana Kupang, yaitu Dr. Jahirwan Ut Jasron dan Wenseslaus Bunganaen, M.T., yang berperan penting dalam pembuatan drum pirolisis. Pelaksanaan di lapangan diperkuat oleh mahasiswa Rekayasa Pertanian ITB yang menjadi motor kegiatan bersama masyarakat.

Transfer Teknologi Pertanian Regeneratif dan Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) serta Vermikompos untuk Kemandirian Pangan Masyarakat Desa Adobala oleh Anriansyah Renggaman, M.Sc., Ph.D.
Pelatihan difokuskan pada penerapan pertanian regeneratif untuk meningkatkan kesuburan tanah. Masyarakat diperkenalkan pada sistem tumpangsari Three Sisters (jagung, kacang, dan labu) yang saling mendukung dalam menjaga kelembapan tanah dan memperkaya nitrogen. Prinsip ini dipadukan dengan integrasi tanaman leguminosa sebagai pupuk hijau sekaligus pakan ternak. Selain itu, peserta dilatih membuat pupuk organik cair (POC) dengan sistem ember tumpuk dan vermicomposting menggunakan worm trap lokal agar ketersediaan bibit cacing tetap terjaga. Metode ini dinilai praktis, ramah lingkungan, dan memanfaatkan bahan-bahan lokal yang mudah diperoleh.
Di sisi pasca panen, tim memperkenalkan inovasi berupa drum pirolisis untuk arang aktif, alat cetak briket hidrolik, dan rak pengering tenaga surya. Peralatan ini langsung diuji coba bersama Komunitas Energi Terbarukan (Konten) Narawayong yang selama ini mengembangkan energi berbasis biomassa. Kehadiran teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas sekaligus memperluas pasar briket produksi masyarakat.

Demonstrasi Penggunaan Alat Pencetak Briket oleh Komunitas Energi Terbarukan (Konten Narawayong)
Antusiasme masyarakat terlihat dari tingginya partisipasi berbagai elemen desa, mulai dari petani, komunitas lokal, siswa sekolah dasar, hingga penyuluh pertanian. ITB bersama mitra berkomitmen untuk terus mendampingi, termasuk memodifikasi alat cetak briket agar lebih efisien serta memantau keberhasilan pemanfaatan pupuk organik yang telah diperkenalkan.

Pemberian Alat Secara Simbolis kepada Hironimus Hawan Teka Selaku Kepala Desa Adobala oleh Tim ITB
“Ketahanan pangan bukan sekadar teori, tetapi menyangkut kemandirian petani dan masa depan anak-anak desa,” ujar Dr. Anriansyah. Kolaborasi antara ITB, Universitas Nusa Cendana, YPPS Flores Timur, serta masyarakat Adobala diharapkan menjadi model pertanian regeneratif dan pengelolaan pasca panen berkelanjutan yang dapat direplikasi ke wilayah lain di Nusa Tenggara Timur.
Kontributor: Anriansyah Renggaman, Indrawan Cahyo Adilaksono, Sartika Indah Amalia Sudiarto, Hazmi Abdul Jalil, dan Yokie Lidiantoro
Editor: Nita Yuniati