Enter your keyword

Siasati Keterbatasan Fasilitas, SITH ITB Perkenalkan Konsep “Living Laboratory” untuk Guru di Nunukan

Siasati Keterbatasan Fasilitas, SITH ITB Perkenalkan Konsep “Living Laboratory” untuk Guru di Nunukan

Nunukan, sith.itb.ac.id – Keterbatasan fasilitas laboratorium yang kerap menjadi kendala pendidikan di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) kini dijawab dengan pendekatan inovatif. Pada awal November 2025, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) mengunjungi Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, untuk memperkenalkan konsep Living Laboratory.

Program yang diselenggarakan oleh Direktorat Pengabdian Masyarakat dan Layanan Kepakaran (DPMK) ITB ini dipimpin oleh Dekan SITH ITB, Dr. Indra Wibowo, bersama Dr. Husna Nugrahapraja dan Intan Taufik, Ph.D. Kegiatan ini juga menggandeng Universitas Borneo Tarakan (UBT) serta mahasiswa sebagai fasilitator, inisiatif ini hadir untuk membuktikan bahwa praktikum berkualitas tetap dapat dilaksanakan meski tanpa dukungan peralatan laboratorium yang canggih.

Langkah ini menjadi upaya SITH ITB untuk mengubah cara pandang terhadap pengajaran sains di wilayah perbatasan. Melalui program tersebut, tim ITB menegaskan bahwa minimnya fasilitas laboratorium bukanlah alasan untuk meniadakan kegiatan praktikum. Sebaliknya, bahan-bahan sederhana yang tersedia di lingkungan sekitar dapat dimanfaatkan menjadi media pembelajaran yang efektif dan tetap ilmiah.

Eksplorasi Sains Berbasis Kearifan Lokal

Dalam pelatihan yang melibatkan guru Biologi tingkat SMA dan SMK ini, SITH ITB mendemonstrasikan bagaimana materi biologi molekuler dan seluler yang sering dianggap rumit dapat disederhanakan menggunakan material lokal yang tersedia di alam sekitar.

Para guru diajak mempraktikkan langsung sejumlah eksperimen adaptif. Salah satu contohnya adalah teknik ekstraksi DNA yang dilakukan menggunakan buah-buahan lokal dan peralatan dapur sederhana. Selain itu, para guru juga melakukan simulasi proses respirasi anaerob melalui fermentasi ragi (yeast). Metode-metodeini membuktikan bahwa fenomena biologis tingkat tinggi tetap dapat divisualisasikan secara akurat menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh di pasar maupun lingkungan sekitar sekolah.

Inovasi di Tengah Keterbatasan

Tak hanya memberikan pelatihan teknis, kegiatan ini juga membawa misi psikologis untuk membangun kepercayaan diri para pendidik. Dekan SITH ITB, Dr. Indra Wibowo, menegaskan pentingnya metode pengajaran yang fleksibel dan adaptif.

“Pembelajaran biologi tidak harus rumit. Bahan belajar justru ada di sekitar kita,” ujar Dr. Indra. Pernyataan tersebut menjadi pengingat penting bahwa sains berkualitas tidak hanya milik sekolah-sekolah di kota besar. Menurut beliau, alam Nunukan yang kaya biodiversitas justru merupakan laboratorium raksasa yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Melalui pendekatan Living Laboratory ini, SITH ITB berharap dapat memicu kreativitas guru dalam menciptakan alat peraga edukatif secara mandiri. Dengan demikian, keterbatasan fasilitas di sekolah bukan lagi menjadi penghalang, melainkan tantangan yang melahirkan inovasi pembelajaran yang kreatif, kontekstual, dan relevan bagi siswa di wilayah perbatasan (wilayah 3T).

Kontributor: Aura Salsabila Alviona (Bioteknologi, 2025)

Editor: JM

X