Enter your keyword

Dalam Semangat HUT RI ke-80, Herbarium Bandungense SITH ITB dan BRIN Umumkan Spesies Jambu Baru dari Sulawesi Tenggara

Dalam Semangat HUT RI ke-80, Herbarium Bandungense SITH ITB dan BRIN Umumkan Spesies Jambu Baru dari Sulawesi Tenggara

Bandung, sith.itb.ac.id – Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menunjukkan kiprah dalam menyingkap keanekaragaman tumbuhan Indonesia dengan penemuan spesies baru endemik dari keluarga Myrtaceae. Penelitian ini merupakan hasil kolaborasi antara Arifin Surya Dwipa Irsyam, S.Si., M.Si., kurator Herbarium Bandungense SITH ITB, dengan dua peneliti BRIN: Irvan Martiansyah dari Pusat Riset Botani Terapan, serta Muhammad Rifqi Hariri dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi.  Melalui kolaborasi tersebut, tim berhasil mengidentifikasi spesies baru dari genus Syzygium yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Tumbuhan yang dikenal masyarakat lokal dengan nama Ruruhi ini kini resmi dideskripsikan sebagai Syzygium rubrocarpum.

Penelitian ini bermula dari Irfan Martiansyah yang mengamati koleksi hidup di Kebun Raya Bogor, yang dikoleksi sejak 1996 oleh almarhum Subekti Purwantoro, peneliti senior LIPI, dari Kolaka. Koleksi hidup tersebut ditanam di Blok XII. B. VIII.58. Arifin Surya Dwipa Irsyam, kurator Herbarium Bandungense SITH ITB sekaligus corresponding author publikasi, menjelaskan bahwa hasil analisis morfologi menunjukkan perbedaan mencolok dibanding spesies Syzygium Wallacea lainnya, terutama buahnya yang bulat dan berwarna merah mencolok.

Menariknya, pada waktu yang bersamaan, tim peneliti menemukan buah Ruruhi diperjualbelikan oleh warga lokal Kendari melalui media sosial. “Kami temukan posting-an di Facebook yang menjual buah Ruruhi. Ternyata buah tersebut cocok dengan koleksi hidup di Kebun Raya Bogor, sehingga semakin menguatkan bukti bahwa ini adalah jenis baru,” jelas Arifin.

Selama ini, Ruruhi sering disebut sebagai Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & & L.M.Perry dalam berbagai penelitian. Padahal, keduanya adalah spesies yang berbeda. Kesalahan identifikasi ini membuat banyak publikasi ilmiah merujuk pada nama yang keliru. Penelitian terbaru dari BRIN dan ITB berhasil meluruskan hal tersebut dengan bukti morfologi dan molekuler.

Ada dua ciri utama yang membedakan Syzygium rubrocarpum dengan kerabat dekatnya. Pertama, pola perbungaan: Ruruhi memiliki perbungaan berbatas (cyme) yang tumbuh dari batang utama (cauliflorous), sedangkan S. polycephalum memiliki perbungaan malai (panicle) yang tumbuh di ranting. Kedua, warna buah: Ruruhi menghasilkan buah bulat dengan warna merah terang, berbeda dengan buah S. polycephalum yang berwarna ungu kehitaman menyerupai kulit manggis. Warna inilah yang menginspirasi penamaan “rubrocarpum”. Dalam bahasa Latin, rubro berarti merah dan carpum berarti buah.

Caption: Syzygium rubrocarpum I. Martian., M.R. Hariri & A.S.D. Irsyam

Penemuan Syzygium rubrocarpum menegaskan betapa kaya dan belum terungkapnya keanekaragaman hayati Indonesia, sekaligus menjadi pengingat bahwa bahkan tumbuhan yang sudah diperdagangkan di masyarakat bisa saja merupakan spesies baru. Oleh karena itu, riset taksonomi perlu mendapatkan perhatian lebih demi menjaga sekaligus memanfaatkan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

“Jangan takut belajar taksonomi tumbuhan, meskipun nama-nama ilmiah mungkin terdengar sulit, mengerikan, dan susah dihafal, taksonomi adalah ilmu yang krusial untuk membuka tabir keanekaragaman hayati Indonesia yang melimpah,” pungkas Arifin.

Reporter: Azka Madania Nuryasani (Mikrobiologi, 2022)

Editor : AKH

X