SITH ITB Soroti Inovasi Pakan Fungsional Akuakultur Berkelanjutan pada Aquaculture Innovation Forum & Expo 2025
Bandung, sith.itb.ac.id – Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) turut berpartisipasi dalam Aquaculture Innovation Forum & Expo 2025 yang digelar pada Kamis, 11 September 2025 di Aula Barat ITB. Forum ini diinisiasi oleh USSEC Indonesia bersama Institut Teknologi Bandung (ITB), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT). Kegiatan ini menyoroti besarnya potensi akuakultur di Indonesia serta mengusung semangat triple helix, yaitu sinergi antara pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi dalam mendorong pengembangan akuakultur yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan.
Salah satu sesi utama disampaikan oleh Dr. Magdalena Lenny Situmorang, dosen SITH ITB, yang membawakan topik “Functional Feeds for Shrimp: Microbial and Metabolomic Approaches.” Dalam paparannya, Dr. Magdalena menjelaskan bagaimana pakan fungsional berbasis sinbiotik (kombinasi probiotik dan prebiotik) dapat membentuk mikrobioma usus dan air serta mempengaruhi metabolisme udang sehingga kinerja budidaya menjadi lebih optimal.
“Hasil uji aplikasi pakan sinbiotik dengan uji tentang Vibrio pada sistem tertutup seperti BFT, RAS, dan hibrid RAS-ZWD menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup udang, penurunan Vibrio di air kultur, serta modulasi profit metabolit yang berperan dalam efisiensi pakan, pertumbuhan, dan keberlanjutan budidaya. Pada tahap uji lapang di kolam tambak di Bali Utara, penggunaan pakan sinbiotik juga menghasilkan peningkatan kelangsungan hidup, kenaikan produktivitas sebesar 35% (mencapai 4 kg/m³), serta penurunan signifikan jumlah Vibrio di air kultur. Temuan ini mengindikasikan potensi penerapan luas pakan fungsional berbasis sinbiotik dalam industri budidaya udang,” ungkap Dr. Magdalena.
Dalam rangkaian sesi diskusi, forum ini menyoroti tiga isu utama yang menjadi fokus perhatian. Pertama, inovasi pakan yang dikembangkan melalui pemanfaatan teknologi mesin terbaru dari berbagai negara. Kedua, peningkatan kesehatan ikan dan udang dengan mengadopsi pendekatan berbasis teknologi imunitas serta pemanfaatan bahan baku fungsional. Ketiga, pengembangan budidaya perairan umum yang berkelanjutan dengan menekankan upaya untuk menekan dampak pencemaran lingkungan.
Ketiga isu tersebut selaras dengan tema besar yang diangkat dalam forum, yakni “Innovations Beyond Efficiency, Profitability, and Geopolitical Tension”. Tema ini menegaskan bahwa inovasi sektor akuakultur tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi dan keuntungan, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan serta ketahanan pangan global.
Lebih lanjut, Dr. Magdalena menyampaikan bahwa masih ada sejumlah agenda riset yang perlu dituntaskan. “Ke depan, perlu dilakukan uji multi-lokasi, studi dosis-respon lintas fase pertumbuhan, serta pengembangan SOP pencampuran on-farm dengan QA dan QC yang terstandar. Selain itu, penting juga kajian stabilitas formulasi, integrasi data sensor kualitas air dengan analytics dan AI untuk keputusan real-time di tambak, analisis biaya–manfaat dan life-cycle assessment, hingga penguatan regulasi serta standar keamanan produk mikroba pakan,” jelasnya.
“Harapan saya, AIFE 2025 dapat mempercepat adopsi teknologi berbasis sains sekaligus memperkuat kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah, untuk mempersempit dan menutup celah antara riset dan praktik lapang, sebagai upaya pencapaian peningkatan produktivitas, keamanan (safety) serta keberlanjutan (sustainability) sektor perikanan budidaya di Indonesia,” tutup Dr. Magdalena.
Melalui keterlibatan ini, SITH ITB berharap dapat memperluas kolaborasi riset sekaligus memperkuat peran akademisi dalam membangun industri akuakultur nasional yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Kontributor : Rini Berliani (20625004)
Editor: AKH