Enter your keyword

Kuliah Tamu SITH ITB Bahas Pengalaman Alumni Menjadi Peneliti Biologi Sintetik Dunia

Kuliah Tamu SITH ITB Bahas Pengalaman Alumni Menjadi Peneliti Biologi Sintetik Dunia

Pemaparan materi oleh M. Rifqy Ghiffary, Ph.D (10/9/2025)

Jatinangor,  sith.itb.ac.id – Program studi Rekayasa Hayati, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan kuliah tamu untuk mata kuliah BE4002 Kapita Selekta Bioindustri pada Rabu (10/9/2025), yang dihadiri oleh mahasiswa Rekayasa Hayati dan Rekayasa Pertanian yang memiliki ketertarikan pada bidang bioindustri. Acara ini menghadirkan Mohammad Rifqi Ghifary, Ph.D., alumni Program Studi Rekayasa Hayati, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB yang berkarir sebagai peneliti biologi sintetik di lembaga riset A*STAR (Agency for Science, Technology and Research), Singapura.

Melansir website ITB, dalam kesempatan tersebut, Dr. Ghifary menjelaskan mengenai konsep biologi sintetik dan penerapannya, terutama dalam kaitannya dengan rekayasa metabolisme. Menurut Dr. Ghifary, biologi sintetik merupakan bidang interdisipliner yang menggabungkan prinsip biologi, teknik, dan ilmu komputer untuk merancang sistem biologi baru atau mendesain ulang sistem yang sudah ada agar lebih spesifik dan bermanfaat. Biologi sintetik memiliki potensi besar dalam menjawab tantangan global, seperti perubahan iklim, krisis keberlanjutan, serta isu-isu kesehatan dan pandemi melalui pendekatan rekayasa makhluk hidup yang inovatif.

Salah satu contoh penerapan biologi sintetik yang dikembangkan oleh Dr. Ghifary adalah produksi pewarna indigo berbasis hayati sebagai alternatif zat pewarna kimia. Dalam penelitian terdahulu, senyawa indigo diperoleh dari tanaman Indigofera melalui bantuan protein triptofan, namun hasilnya masih rendah dan biaya produksinya mahal. Sebagai solusi, Dr. Ghifary berhasil meningkatkan produksi senyawa sejenis, yaitu indigodine, hingga mencapai 50 g/L dengan memanfaatkan bakteri Streptomyces lavendulae yang memiliki gen bpsA, pengkode enzim penghasil indigodine. Gen tersebut kemudian dipindahkan ke Corynebacterium glutamicum, bakteri yang lebih mudah dikembangkan pada skala industri. Keberhasilan ini membuka peluang besar dalam penerapan biologi sintetik untuk industri pewarna ramah lingkungan.

Sesi foto bersama kuliah tamu mata kuliah BE4002 Kapita Selekta Bioindustri (10/9/2025)

Perjalanan karier Dr. Ghifary menjadi peneliti internasional bukan tanpa tantangan. Ia mengaku sempat mengubah arah dari latar belakang teknik di Rekayasa Hayati menuju bidang biologi molekuler saat melanjutkan studi magister di Wageningen University, Belanda. Ketertarikan terhadap bidang tersebut muncul sejak ia mengerjakan tugas akhir sarjana, yang menumbuhkan ketertarikannya pada potensi riset biologi molekuler bagi pengembangan industri berbasis hayati.

Meski saat ini berkarier di bidang biologi sintetik, Dr. Ghifary menegaskan bahwa ia tidak pernah menyesal memilih Rekayasa Hayati sebagai fondasi keilmuannya. Menurutnya, program studi ini memberikan bekal pengetahuan lintas disiplin serta keterampilan berpikir yang sangat relevan untuk menghadapi tantangan riset masa depan. “Kalau harus diulang, saya tidak akan memilih jurusan lain seperti mikrobiologi atau biologi molekuler, saya akan tetap memilih BE” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa keberhasilan seorang peneliti tidak hanya bergantung pada kemampuan teknis, tetapi juga pada cara berpikir ilmiah yang logis, kritis, dan sistematis. Rasa ingin tahu yang besar terhadap fenomena di sekitar menjadi bahan bakar utama dalam menemukan ide dan solusi baru. Dr. Ghifary juga berpesan bahwa dengan kombinasi antara pemahaman biologi sintetik, kemampuan rekayasa metabolisme, pola pikir ilmiah, dan strategi jejaring (networking) yang tepat, mahasiswa Indonesia memiliki peluang besar untuk meniti karier riset di level internasional.

Kontributor: Rini Berliani (Biologi 2025) & Azka Zahara Firdausa (Rekayasa Hayati, 2022)

Editor: Nita Yuniati

X