Sejarah Perkembangan SITH-ITB
SITH berkembang hingga saat ini melalui perjalanan panjang sebagai bagian dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di ITB. Pada tanggal 6 Oktober 1947 dibuka Fakulteit van Exacte Wetenschap yang kemudian menjadi Fakulteit van Wiskunde en Natuur Wetenschap dan akhirnya menjadi Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA), yang merupakan salah satu fakultas dari Universitas Indonesia. Nama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) mulai diperkenalkan sejak tahun 1972. FMIPA terdiri dari 6 Departemen yaitu Departemen Astronomi, Biologi, Kimia, Matematika, Farmasi dan Fisika. Pada tanggal 2 Maret 1959, pemerintah meresmikan berdirinya Institut Teknologi Bandung (ITB) yang merupakan perpaduan antara Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Universitas Indonesia di Kampus Ganesa. Ketika diresmikan oleh pemerintah, ITB hanya terdiri atas tiga Departemen, yaitu Departemen Ilmu Teknik, Departemen Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Departemen Ilmu Kimia dan Ilmu Hayat. Atas dasar ini, Pendidikan Tinggi Biologi di Indonesia secara resmi berlangsung di bulan Oktober 1947, yang berarti di tahun 2022 ini telah mencapai usia 75 tahun.
Jurusan Biologi merupakan jurusan pendidikan di Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA), Universitas Indonesia, bertempat di Jalan Tamansari No. 64, Bandung. Jurusan Biologi terdiri atas Seksi Zoologi yang diketuai Prof. Heegard (Denmark) dan Seksi Botani diketuai oleh Prof.Verconk (Belanda). Tenaga pengajar Seksi Zoologi semuanya berasal dari Belanda, Denmark dan Swiss sedangkan Seksi Botani selain tenaga pengajar dari Belanda dan Austria sudah ada dua pengajar dari Indonesia, yaitu Dra. Sri Sabani dan Drs. Kwik Sing Gwan.
Bidang ilmu yang tersedia di Biologi saat itu belum banyak, yaitu terbatas pada Sistematik Hewan (Prof. Heegard), Sistematik Tumbuhan (Prof Verdonk), Anatomi Hewan (Prof Heegard dan Drs Hubbeling), Anatomi Tumbuhan (Dra. Sri Sabani dan Dra. Ilse Siahaya), Histologi (Dr. Holleman dan Dr. Zeller), Fisiologi Hewan (Dr. Zwicky), Fisiologi Tumbuhan (Prof Neubauer dan Drs. Kwik Sing Gwan), Genetika (Dr. van der Fijl). Fasilitas dan Laboratorium baru terbatas pada Laboratorium Mikroteknik Hewan, Mikroteknik Tumbuhan, Museum dan Herbarium.
Pada tahun 1953, mahasiswa yang terdaftar di Jurusan Biologi hanya tujuh orang. Pada tahun 1955 Jurusan Biologi pindah dari Jalan Tamansari 64 ke gedung baru berlantai tiga di kampus Ganesa. Jurusan Biologi menempati lantai dua untuk Seksi Botani dan lantai tiga untuk Seksi Zoologi. Lantai 1 ditempati Jurusan Teknik Geodesi. Tenaga pengajar bertambah dengan datangnya Dr. Zwicky (Swiss) untuk Fisiologi Hewan dan Dr. Zeller (Swiss) untuk Histologi.Pada tahun 1957, tiga pengajar yang sedang menempuh studi di luar negeri kembali ke Indonesia, yaitu Dr. Doddy A. Tisna Amidjaja (lulusan Jerman) dengan bidang keahlian Embriologi dan Fisiologi Hewan, Dr. E. Noerhadi (lulusan Belanda) dengan bidang keahlian Fisiologi Tumbuhan dan Mahhargo Soeprapto, Mag.Scient. (lulusan Norwegia) dengan keahlian Biologi Laut. Dengan bertambahnya tenaga pengajar Indonesia dengan kepakarannya masing-masing, mulai dibuka mata kuliah baru seperti Embriologi, Mikrobiologi dan Biologi Laut. Mata kuliah Fisiologi Hewan dan Fisiologi Tumbuhan yang semula diberikan oleh tenaga pengajar asing mulai dialihkan ke tenaga pengajar Indonesia dan mulailah mata kuliah diberikan dalam bahasa Indonesia.
Pada tahun 1967, ITB menjalin kerjasama dengan University of Kentucky Lexington, USA melalui Kentucky Contract Team. Tujuan kerjasama tersebut adalah untuk memberi kesempatan kepada pengajar ITB mengikuti studi lanjut di Amerika Serikat, khususnya di University of Kentucky dan membantu ITB dalam proses pendidikan dengan mendatangkan berbagai pakar dari berbagai universitas di Amerika Serikat untuk mengajar berbagai mata kuliah yang diperlukan ITB. Mulailah diberlakukan sistem semester dan sistem kredit, lama studi adalah empat tahun dan lulusannya setara dengan Bachelor of Science (B.Sc.)
Kebijakan pengiriman tenaga pengajar untuk studi lanjut ke Amerika Serikat di jurusan Biologi terlebih dahulu adalah untuk pengadaan tenaga pengajar dalam bidang – bidang ilmu Biologi yang utama, yaitu Anatomi dan Histologi, Fisiologi, Genetika, Sistematik dan Ekologi. Baru kemudian bidang-bidang ilmu lainnya seperti Parasitologi, Limnologi dan Entomologi. Lama studi cukup satu tahun saja. Ketua Jurusan Biologi pada waktu itu adalah Dr. Doddy A. Tisna Amidjaja. Pada tahun 1962, Prof. Dr. Sri Sudarwati yang pada saat itu baru pulang dari studi di Amerika mengusulkan kepada Dr. D.A. Tisna Amidjaja bahwa pengiriman staf pengajar ke Amerika adalah untuk suatu program gelar, minimal Master of Science (M.Sc.). Selain itu tempat studi lanjut juga diperluas, tidak hanya di University of Kentucky, tetapi di universitas-universitas di luar negara bagian Kentucky. Perundingan antara Ketua jurusan Biologi dan Dekan FIPIA (Prof. Dr. Djuhana Wiradikarta) dengan pihak Kentucky Contract Team tampaknya berhasil dan sifat pengiriman tenaga pengajar sudah berubah dari training program menjadi degree program. Sesudah kelompok tenaga pengajar Jurusan Biologi kembali dari studinya di Amerika, sebagian memperoleh gelar M.Sc. dan tiga orang gelar Ph.D.
Selain menjalin kerjasama dengan Universitas Kentucky, Jurusan Biologi juga mempunyai kerjasama dengan Hubrecht Laboratorium, Utrecht, Nederland, Belanda, serta menyekolahkan staff dosennya di universitas-universitas di Perancis, Inggris, Australia dengan beasiswa PAU-Ilmu Hayati dan Centre Grant, dan dari universitas-universitas di Jepang dengan beasiswa dari JSPS (Japanese Society for the Promotion of Science) – Mombusho. Dengan demikian Jurusan Biologi diperkaya dengan tenaga pengajar dalam cabang-cabang ilmu Biologi utama seperti Ekologi Serangga, Ekologi Hewan Liar, Ekologi Lahan Basah, Ekologi Gulma, Zoologi Tanah, Entomologi, Etologi, Toksikologi, Toksikologi Perkembangan, Reproduksi, Genetika Molekuler, Biologi Molekuler. Lulusan yang lebih muda mendapat kesempatan belajar ke universitas-universitas lain di berbagai negara melalui beragam pendanaan, seperti JSPS (Jepang), DAAD (Jerman), IDP (Australia) dan BGF (Perancis). Alhasil, pada tahun 1997 dan selanjutnya, Jurusan Biologi telah memasuki standar sebagai international teaching of higher learning, beberapa competitive grants diperoleh antara lain Centre Grant, dan juga QUE. Program peningkatan staf telah menghasilkan staf baru yang ahli dalam bidang biologi molekuler, genetika, fisiologi (advanced), ekologi (advanced), biomatematika, biofisik, serta perilaku hewan.
Di tahun 1997, Departemen Biologi ITB menempati gedung baru yang modern yang sampai sekarang ditempati di Labtek XI. Fasilitas di Departemen Biologi pun meningkat. Laboratorium terdiri dari Laboratorium Perkembangan Biologi, Genetika, Fisiologi, Biosistematik, Entomologi, Ekologi, Mikrobiologi serta Seluler dan Biologi Molekuler. Pada tahun 2003, pengembangan program akademik Departemen Biologi diprioritaskan pada 3 topik utama, yaitu biosains, bioteknologi dan biomanajemen. Topik tersebut menunjang perkembangan yang sangat cepat dalam biosains, bioteknologi dan perkembangan lingkungan yang berkelanjutan secara global. Dengan kurikulum tahun 2003, Departemen Biologi mempersiapkan untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai kualitas saintifik yang handal serta mampu berkompentensi secara global. Untuk mencapai visi misi tersebut, Departemen Biologi memiliki beberapa kelompok keilmuan, yaitu Biologi Perkembangan, Genetik dan Biologi Molekuler, Fisiologi, Ekologi dan Biosistematik serta Mikrobiologi dengan staf yang kompeten di bidangnya.
Pada tahun 2006, berdasarkan Surat Keputusan Rektor ITB nomor 222/SK/K01/OT/2005 tentang Pengelolaan Satuan Akademik di lingkungan Institut Teknologi Bandung, istilah “departemen” dihilangkan dan diganti dengan “program studi”. Seiring dengan perubahan tersebut, fungsi dan peranan administrasi yang semula berada di departemen- departemen dialihkan ke fakultas/sekolah. Di tahun ini, di bawah kepemimpinan Prof. Intan Ahmad, yang sebelumnya bertugas sebagai dekan FMIPA, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) didirikan sebagai unit pendidikan di ITB yang terdiri dari beberapa program studi yang memiliki keilmuan serumpun berbasiskan ilmu biologi. SITH ITB, yang didirikan pada Januari 2006, awalnya mengelola enam program studi, yaitu: Sarjana (S1):Biologi dan Mikrobiologi; Magister (S2): Biologi, Bioteknologi, Biomanajemen. Doktor (S3):Biologi. Di tahun 2010, di bawah kepemimpinan Prof. Tati Suryati Syamsudin, ITB mendapat amanah mengelola sumber daya manusia dan aktivitas Tri Dharma Perguruan Tinggi di Kampus Jatinangor (eks- Universitas Winayamukti), yang kemudian menjadi basis berkembangnya program studi Rekayasa Kehutanan dan Rekayasa Pertanian (serta program studi Teknologi Pascapanen). Tongkat estafet ini diteruskan kepada dekan-dekan selanjutnya, yaitu Prof. I Nyoman Pugeg Aryantha (2016-2020) dan Dr. Endah Sulistyawati (2020-2024).
Dalam perjalanannya hingga saat ini, SITH didukung oleh berbagai fasilitas mutakhir di empat Gedung di ITB, yaitu Labtek XI (Ganesha), Labtek IA, Labtek VA dan Labtek VC (Jatinangor). Fasilitas ini mencakup 50 laboratorium, 11 ruang khusus, 1 kolam Bio Pond, Kebun Botani, Rumah kawat, Rumah Kaca, 1 Lab Komputer, 1 perpustakaan, Herbarium Bandungense dan Museum Zoologi, serta fasilitas penelitian di Haur Gombong dan Hutan Pendidikan Gunung Geulis, Sumedang. Saat ini, SITH juga telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak (lembaga penelitian, industri, pemerintah dan NGO), baik di dalam negeri maupun internasional. Kerjasama internasional dibangun melalui MoU dengan beberapa universitas ternama, yang ditindaklanjuti melalui program-program seperti Student Exchange, Summer Course, dan Double Degree Program dengan Osaka University dan Kyoto University di Jepang.
Tokoh-tokoh yang membangun keilmuan di SITH-ITB
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati saat ini dibangun melalui kerja keras dan reputasi panjang para staff pengajar yang mengembangkan keilmuan dan institusi ini. Para ketua Jurusan sejak Prof. Doddy Tisna Amidjaja, Prof. Edi Nurhadi, Prof. Sri Sudarwati, hingga Dr. Achmad Sjarmidi, Dr. Intan Ahmad, Dr. Agus Dana Permana, Dr. Taufikurahman, hingga Dr. Adi Pancoro memberikan kontribusi yang besar di dalam pengembangan Jurusan Biologi dalam beradaptasi terhadap kondisi di masanya, yang kemudian diteruskan oleh para Dekan Sekolah. Meskipun demikian, tanpa bermaksud mengecilkan peran staff pengajar lainnya, bagian ini befokus pada lima guru besar yang memberikan warna tersendiri pada Jurusan Biologi dan pengembangan keilmuan Biologi di Indonesia, yaitu Prof. Doddy Tisna Amidjaja, Prof. R.E. Soeriaatmadja, Prof. Soelaksono Sastrodihardjo, Prof. Sri Sudarwati, dan Prof. Djoko T. Iskandar.
Prof. Doddy Tisna Amidjaja
Prof. Doddy Tisna Amidjaja adalah seorang tokoh bersejarah, tidak hanya bagi Biologi, tetapi juga bagi ITB dan Indonesia. Lahir di Garut di tahun 1925, Pak Doddy membangun karier keilmuannya dari studinya di Biologi FIPIA Universitet Indonesia Bandung pada tahun 1949, yang dilanjutkan ke Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitat Bonn di mana beliau memperoleh gelar Diploma Biologinya. Pak Doddy memperoleh gelar Doctor Rerum Naturarum pada tahun 1956 di bidang Zoology (embriologi), yang kemudian merupakan Doktor pertama di Indonesia dalam bidang Zoologi. Setelah dikukuhkan sebagai Guru Besar Zoologi di ITB pada tahun 1961, Pak Doddy membangun kariernya sebagai Dekan, Pembantu Rektor, hingga Rektor ITB pada tahun 1969. Beliau juga sempat menjabat sebagai Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud (1976-1984) serta Ketua LIPI pada tahun 1984. Pada 1989 ia diangkat menjadi Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Prancis, hingga 5 Mei 1993 . Nama beliau diabadikan sebagai nama Gedung Kantor Rektor ITB.
Prof. Sri Sudarwati
Prof. Sri Sudarwati adalah salah satu di antara Guru Besar di Biologi yang memberikan warna kuat pada pengembangan keilmuan dan institusi di ITB. Beliau menyelesaikan studi Sarjananya pada tahun 1959 di bawa bimbingan Prof. Doddy Tisna Amidjaja, serta Dr. Ch. Zeller dan Prof. Dr. Roger W. Barbour. Bu Sri Sudarwati memperoleh gelar Master dari University of Kentucky, Lexington, USA dan Doktor di bidang embriologi di Utrecht, Belanda, pada tahun 1970. Di antara waktunya membangun karier keilmuan, Bu Sri mengabdi sebagai ketua Jurusan Biologi selama dua periode, antara tahun 1963 dan 1968, lalu sekembalinya dari studinya, kembali menjabat sebagai ketua Jurusan pada tahun 1979-1981, serta Dekan FMIPA ITB selama dua periode di tahun 1981-1984 dan 1985-1988. Dalam kepemimpinannya, Jurusan Biologi tumbuh maju dan berkembang secara keilmuan. Bu Sri dikenal sebagai sosok yang berdisiplin, cermat, kritis dan tegas di dalam memimpin. Selain itu, beliau juga pernah menjadi seorang atlet di dunia atletik, dan tergabung dalam Gabungan Atletik Bandung (GABA) di masa mudanya.
Prof. Roehajat Emon Soeriaatmadja
Prof. R.E Soeriaatmadja meninggalkan jejak sebagai salah satu penggagas ilmu lingkungan di ITB. Membangun karier keilmuannya sebagai Guru Besar Ekologi, Pak Aat meraih gelar sarjana di Departemen Biologi FMIPA ITB pada tahun 1961, yang dilanjutkan dengan pendidikan Magister dan Doktornya di Oregon State University, Amerika Serikat, di bidang Ekologi Tumbuhan. Antara tahun 1970 dan 1974, Pak Aat memperoleh tugas dari pemerintah untuk mengajar di Universiti Kebangsaan Malaysia, sampai yang bersangkutan kembali mengabdi sebagai pengajar di Jurusan Biologi ITB melalui kuliah-kuliah seperti Ilmu Lingkungan, Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Pengelolaan Lingkungan. Pak Aat kemudian mendampingi Prof. Emil Salim sebagai Asisten Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Melalui rekam jejaknya, Pak Aat banyak memperkenalkan isu-isu pembangunan berkelanjutan dan ilmu lingkungan di ITB, termasuk melalui buku Ilmu Lingkungan yang digunakan sebagai buku pegangan mata kuliah Pengetahuan Lingkungan di ITB.
Prof. Soelaksono Sastrodihardjo
Sebagai salah satu pakar entomologi di Indonesia, Prof. Soelaksono Sastrodihardjo lulus dari S1 ITB pada tahun 1962, yang kemudian dilanjutkan dengan gelar Doktornya dalam bidang Entomologi dari University of Illinois, Amerika Serikat pada tahun 1966. Salah satu papernya selama studi di AS diterbitkan di jurnal Nature :WHITE, J., SASTRODIHARDJO, S. Meiosis in Pupal Ovarian Cells of Samia cynthia cultured in vitro. Nature 212, 314–315 (1966). https://doi.org/10.1038/212314a0. Pak Soel mengembangkan keilmuan Biologi dan aplikasinya melalui peran pentingnya sebagai Direktur Pusat Antar Universitas (PAU) Ilmu Hayati dari tahun 1987 dan 1995. Di masa ini, beliau tidak hanya menghasilkan produk-produk berbasis sumberdaya hayati, tetapi juga mengirimkan staff-staff pengajar muda di Biologi untuk melanjutkan studi doktoral di luar negeri. Di tahun 1991, Pak Soel dikukuhkan menjadi Guru Besar di bidang Entomologi, dan secara konsisten terus berkontribusi di dalam pengembangan keilmuan Entomologi, dan Biologi secara umum, untuk Indonesia.
Prof. Djoko Tjahjono Iskandar
Prof. Djoko T. Iskandar, yang baru memasuki masa purnabakti di bulan September 2020 ini, merupakan tokoh penting di dalam pengembangan keilmuan herpetologi dan biosistematik di Indonesia, bahkan di dunia. Setelah lulus dari program Sarjana ITB di tahun 1975, Pak Djoko melanjutkan studi di Universite des Sciences et Techniques du Languedoc, Montpellier, Perancis, dan memperoleh gelar Doktornya di tahun 1984. Sempat bekerja sebagai kurator Museum Zoologi di LIPI, Pak Djoko mengabdikan dirinya di ITB melalui karya-karya ilmiahnya di bidang biosistematika dan herpetology. Pak Djoko telah menghasilkan lebih dari 100 karya ilmiah di jurnal-jurnal bereputasi dan disitasi oleh lebih dari 4700 artikel. Pak Djoko juga telah mendeskripsikan dan memberi nama ilmiah pada lebih dari 27 spesies amfibi dan reptil, serta memperoleh penghargaan dengan disertakannya nama beliau di enam nama taksa amfibi dan reptile, termasuk Djokoiskandarus annulatus, Polypedates iskandari, Draco iskandari, Fejervarya iskandari, Luperosaurus iskandari, dan Collocasiomya iskandari.