Studium Generale on Neurotechnology: “Futurebody – How Neurotechnology Shapes the Future of the Human Body, Mind, Intelligence, and Society” Dalam Rangkaian Tur Bio-Fiction di Indonesia
Penulis : Reza Raihandhany dan Adhityo Wicaksono
Dokumentasi : Akbar Primasongko
BANDUNG, SITH.ITB.AC.ID – Yayasan Generasi Biologi Indonesia bekerjasama dengan Biofaction KG Austria dan bersama dengan Kelompok Keilmuan Fisiologi, Perkembangan Hewan, dan Sains Biomedika SITH ITB mengadakan Studium Generale yang bertajuk “Futurebody – How Neurotechnology Shapes the Future of the Human Body, Mind, Intelligence, and Society.”
Pada kesempatan kali ini, panelis dalam diskusi Stadium Generale adalah Dr. Lulu Lusianti Fitri (KK FPHSB – SITH ITB) dan Adhityo Wicaksono, M.Sc., MRSB (Yayasan Genbinesia Div. Bioteknologi & Alumni Biologi – SITH ITB angkatan 2007).
Studium Generale on Neurotechnology diselenggarakan pada hari Sabtu, 12 Oktober 2019 yang bertempat di Gedung Kresna, Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB pukul 08.30-11.00. Peserta yang hadir pun datang dari berbagai macam latar belakang, mulai dari civitas akademika ITB, khususnya mahasiswa SITH ITB dari program studi Biologi, Bioteknologi, dan Biomanajemen, lalu turut hadir pula mahasiswa dari program studi Teknik Biomedika – STEI ITB, Teknik Fisika – FTI ITB, dan Psikologi UIN Sunan Gunung Djati, Unisba, dan Unpad serta PT Neuronesia Neurosains Indonesia.
Studium Generale terdiri dari dua sesi, di mana sesi pertama yaitu dilakukannya pemutaran 6 film pendek pemenang dari Festival Film Bio-Fiction yang sebelumnya diputar oleh Biofaction KG di Wina, Austria pada 23-24 September 2019, dan juga 1 video TEDx. Film pertama dibuka dengan pemutaran film “Adam & Eve Mk II” yang bercerita tentang robot di masa depan yang muncul sebagai “Adam dan Hawa” kedua, dilanjutkan dengan “Charlotta’s Face” yang membahas persepsi seseorang yang mengalami kebutaan terhadap wajah. Lalu film ketiga “Perfectly Natural” yang menunjukkan dampak teknologi yang mengintervensi kedekatan anak dan orang tuanya. Setelah 3 film tadi yang merupakan pemenang harapan dari festival, 3 film pemenang festival pun diputarkan. Dimulai dari film pertama “Paramusical Ensemble”, yang menceritakan bagaimana para ahli di Inggris membantu para difabel penderita “Locked-In Syndrome” tetap berkarya dan bisa membuat musik, lalu film kedua “Reboot” tentang seseorang yang membuat alat agar bisa menghapus memori lamanya yang membuatnya trauma dan memulai kembali hidupnya, dan film ketiga “The Auxiliary” yang menunjukkan bagaimana implan otak yang melawan orang yang menjadi inangnya sendiri. Terakhir, pemutaran video TEDx, menceritakan tentang kisah Hugh Herr, seorang associate professor di MIT yang kehilangan kedua kakinya. Hugh membuat sepasang kaki robot untuk dirinya. Kaki robot prostetik tersebut dapat digerakkan dengan mengaplikasikan konsep neurosains dan neuroteknologi sehingga bisa bekerja layaknya kakinya yang asli.
Sesudah pemutaran film, dilanjutkan dengan sesi kedua, yaitu sesi diskusi panel. Seluruh peserta terlihat begitu antusias dan menikmati konten film yang disajikan saat menyaksikan pemutaran film-film tersebut, hal ini terlihat saat para peserta sangat antusias dalam mengajukan pertanyaan maupun pernyataan pada sesi diskusi. Kedua panelis, Dr. Lulu dan Adhit juga tak kalah antusias secara silih berganti menanggapi pertanyaan-pernyataan mulai dari topik kognisi, kesadaran, transfer memori, organ tubuh yang memiliki memori + kebiasaan, imortalitas, dan kemampuan otak secara umum dari para peserta stadium generale yang merujuk ke pengetahuan yang ada maupun spekulatif atau prediksi di masa mendatang.
Di akhir sesi, kedua panelis menjelaskan bahwa hal-hal yang ditunjukkan di film bisa menjadi referensi kita dalam kemajuan teknologi neurosains, khususnya untuk melihat ke dua arah baik secara positif dan negatif. Sehingga bila teknologi yang digambarkan atau diprediksi oleh film-film yang diputar tercapai, kita bisa bersiap-siap dan membuatnya lebih baik demi manfaat secara teknologi dan kemanusiaan itu sendiri.