Enter your keyword

Tiga Mahasiswa Rekayasa Pertanian SITH ITB Ikuti Program Internasional INSPIRASI–NTU 2025

Tiga Mahasiswa Rekayasa Pertanian SITH ITB Ikuti Program Internasional INSPIRASI–NTU 2025

Foto bersama para peserta INSPIRASI–NTU 2025

Singapura, sith.itb.ac.id – Tiga mahasiswa Rekayasa Pertanian Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung, yaitu Winona Putri Layyina (NIM 11421017), Faiz Ijlal Ismawan (NIM 11421004), dan Lidwina Caroline Napitupulu (NIM 11421003), terpilih untuk mengikuti Program INSPIRASI–NTU 2025 (Indonesia–NTU Singapore Institute of Research for Sustainability and Innovation). Program ini merupakan kolaborasi antara Nanyang Technological University (NTU), Singapura, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek), serta empat perguruan tinggi mitra di Indonesia: ITB, UI, UGM, dan ITS.

Program INSPIRASI–NTU 2025 dilaksanakan selama 18 hari, terdiri atas 11 hari kegiatan di Nanyang Technological University, Singapura, dan 7 hari di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Rangkaian kegiatan mencakup kuliah tematik, sesi laboratorium, workshop, company visit, hingga proyek berbasis studi kasus nyata dengan tema besar keberlanjutan (sustainability). Program ini berfokus pada tiga pilar utama, yaitu renewable energy, circular economy, dan smart cities.

Kunjungan peserta INSPIRASI-NTU 2025 ke Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Seleksi program ini dilakukan secara bertahap. Mahasiswa terlebih dahulu mendaftar melalui universitas asal masing-masing untuk seleksi internal, sebelum kemudian mengikuti tahap pendaftaran resmi ke NTU. “Proses seleksi di ITB berupa seleksi berkas, jadi peserta harus menyiapkan IELTS/TOEFL, surat rekomendasi dari program studi, dan motivation letter,” jelas Winona.

Selama program berlangsung, peserta mengikuti berbagai kegiatan. Salah satu kegiatan paling berkesan bagi ketiganya adalah kunjungan ke REIDI (Renewable Energy Integration Demonstrator Indonesia). “Di REIDI, kami belajar bagaimana lahan di bawah panel surya bisa dimanfaatkan untuk pertanian. Kami bahkan diminta mengusulkan jenis tanaman dan sistem budidaya yang sesuai. Ini sangat relevan dengan bidang Rekayasa Pertanian,” ungkap Winona.

Selain itu, kunjungan ke Hyundai Motor Group Innovation Center Singapore (HMGICS) memberi gambaran integrasi teknologi dan keberlanjutan. “Hyundai mengelola smart farm berbasis robotika di atap gedung. Hasil panennya langsung digunakan oleh restoran internal, sehingga rantai pasoknya pendek dan efisien. Di sisi lain, residu seperti ampas tebu diolah menjadi biofiber untuk komponen mobil listrik. Praktik ini memperlihatkan bagaimana pertanian dapat masuk ke ekosistem ekonomi sirkular,” kata Lidwina.

Kunjungan peserta ke Hyundai Motor Group Innovation Center Singapore (HMGICS)

Dari sisi akademik, ketiganya memperoleh pemahaman langsung tentang implementasi konsep keberlanjutan di Singapura, serta kesempatan belajar di NTU bersama mahasiswa ASEAN lainnya. Dari sisi nonakademik, mereka membangun jejaring internasional, melatih soft skills kolaborasi lintas disiplin, dan memperluas wawasan global.

Program ini juga memperkaya pengetahuan peserta di bidang integrasi energi terbarukan dan pertanian berkelanjutan. “Kami belajar bahwa keberlanjutan tidak bisa dilihat secara sektoral, melainkan sebagai sistem yang saling terhubung antara energi, pangan, dan lingkungan,” ujar Faiz.

Secara khusus, bagi mahasiswa Rekayasa Pertanian, program ini memberikan contoh nyata bagaimana ilmu pertanian dapat berperan dalam sistem keberlanjutan global. “SITH punya kekuatan di aspek biologi dan pertanian. Melalui program ini, kami melihat bagaimana dua bidang itu bisa berpadu dengan teknologi untuk menciptakan solusi keberlanjutan yang konkret,” ungkap Winona.

Pengalaman riset dan organisasi di SITH juga membantu mereka memahami konteks ilmiah dari setiap kegiatan yang diikuti. “Pengetahuan dasar dari laboratorium membantu kami menganalisis sistem pertanian di bawah panel surya, sementara pengalaman organisasi melatih kami untuk berkomunikasi efektif dalam kelompok multinasional,” tambahnya.

Ketiganya berharap pengalaman ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa SITH lainnya untuk berani mengambil peluang internasional. “Jangan takut keluar dari zona nyaman. Program seperti ini bukan hanya soal akademik, tapi juga membangun relasi dan cara pandang global. Siapkan diri sejak awal dengan mengikuti riset, organisasi, dan latih kemampuan bahasa Inggris,” pesan Faiz.

Ke depan, mereka berharap gagasan tentang integrasi energi terbarukan, pertanian, dan keberlanjutan dapat diterapkan di Indonesia sesuai konteks lokal. “Kami ingin Indonesia menjadi negara yang mandiri energi sekaligus mandiri pangan,” ujar Lidwina menutup pernyataan dengan optimistis.

Kontributor: Trinitaty Bulan M Hutabarat, Biomanajemen (21325017)

Editor: JM

X