Enter your keyword

Inovasi Clean Coffee dari Dosen SITH ITB Tarik Perhatian Media Jepang

Inovasi Clean Coffee dari Dosen SITH ITB Tarik Perhatian Media Jepang

BANDUNG, sith.itb.ac.id – Intan Taufik, S.Si., M.Si., Ph.D., dosen dari Kelompok Keilmuan Bioteknologi Mikroba, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), Institut Teknologi Bandung, mendapat liputan dari sebuah majalah asal Jepang atas inovasinya di bidang fermentasi kopi. Sejak tahun 2016, Dr. Intan telah melakukan penelitian mengenai fermentasi berbasis mikroorganisme untuk meningkatkan karakter rasa pada kopi.

Perjalanannya dalam meneliti kopi dimulai ketika Mikael Jasin, pemilik dan barista Omakafé, berpartisipasi dalam kompetisi kopi global, kemudian mempelajari biji kopi dari berbagai negara yang menggunakan ragi dalam proses fermentasinya. Selanjutnya, Mikael Jasin menghubungi pihak kampus, yang kemudian menjadi titik awal kolaborasi dengan Dr. Intan dalam meneliti fermentasi anaerob berbasis ragi pada tahun 2019. Pada tahun berikutnya, mereka menginokulasikan 4 ton biji kopi hijau dengan ragi di kebun kopi yang berada di wilayah Jawa Tengah, Bali, dan Manggarai. Penelitian ini memiliki potensi besar untuk memberikan dampak positif dan menjadi penyelamat bagi keberlangsungan para petani kopi di Indonesia.

Pada majalah asal Jepang tersebut, Dr. Intan menjelaskan secara singkat bagaimana proses ragi berinteraksi dengan ceri kopi. Pertama, air dan ceri kopi disimpan dalam suatu kontainer untuk memulai kultivasi mikroorganisme indigen pada ceri kopi. Pada dasarnya, berbagai jenis mikroorganisme hidup dalam jumlah yang besar pada ceri kopi. Namun, hanya ragi yang berpotensi untuk diisolasi dan dikultivasi. Ragi yang telah diisolasi dan diperbanyak kemudian dikeringkan sehingga menjadi bubuk untuk memudahkan penyimpanan dan transportasi. Ketika digunakan oleh petani, ragi kering ini dicampur dengan air sehingga membentuk cairan, kemudian disemprotkan pada ceri kopi.

“Tentu ragi memulai fermentasinya, tetapi komponen yang menyusun aroma dan rasa kopi terbentuk selama proses fermentasi. Hal ini membuat profil rasa yang unik ketika dipanggang. Selain itu, perlu dicatat bahwa enzim dan senyawa kimia yang diproduksi oleh ragi juga diharapkan dapat menekan pertumbuhan toxin jamur berbahaya. Salah satu masalah yang ditemui oleh petani adalah kegagalan pascapanen kopi akibat cuaca. Pada musim hujan, proses pengeringan kopi tidak terjadi secara optimal sehingga kopi menjadi lembap dan jamur tumbuh pada kopi”.

Dalam sesi wawancara singkat, Dr. Intan mengungkapkan bahwa penerapan bubuk ragi oleh petani lokal juga menghadapi sejumlah tantangan. Para petani perlu diberikan contoh secara langsung untuk membuktikan keberhasilan inovasi tersebut. Oleh karena itu, Dr. Intan dan tim membangun daerah percontohan guna memudahkan petani dalam menerapkan inovasi tersebut. Ia juga bekerja sama dengan mitra untuk mendistribusikan produk inovatifnya kepada para petani kopi.

Dr. Intan berharap agar perkembangan industri kopi di Indonesia tidak hanya berfokus pada sektor hilir. “Saat ini, kita hanya menikmati kopi setelah diolah, tetapi kesejahteraan petani kopi masih butuh banyak perhatian. Saya berharap perkembangan kopi di Indonesia juga berfokus ke proses hulu,” pungkasnya.

Kontributor: Fauzia Ayu Lestari Bioteknologi 21124306

Editor: Nita Yuniati

X