Hari Peduli Sampah Nasional
Selamat Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 21 Februari 2022!
Limbah merupakan masalah serius di Indonesia. Selain volume yang besar, hal ini juga diperburuk oleh belum mapannya sistem pengelolaan limbah yang diterapkan di Indonesia.
Lalu, apakah yang bisa kita lakukan untuk membantu mengentaskan masalah ini? Apakah alternatif solusi yang bisa kita terapkan melalui pemanfaatan ilmu dan teknologgi hayati?
Simak testimoni para praktisi dari SITH-ITB berikut, khususnya terkait limbah organik dan pemanfaatan lalat tentara hitam (Hermetia illucens) atau black soldier fly (BSF) sebagai alternatif solusi dalam pengelolaan limbah organik yang efisien dan berdaya guna.
—
Dr. Agus Dana Permana [KK Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk]
“Secara umum di area perkotaan, limbah organik berjumlah sekitar 40-60%, sisanya limbah non-organik. Permasalahan limbah/sampah di negara seperti Indonesia adalah pada aspek pengelolaan karena hanya diangkut ke TPS-TPA, lalu ditimbun atau ditumpuk dan dibakar. Padahal, limbah tersebut dapat dimanfatkan, seperti untuk sumber listrik dan lain-lain.
Larva Black Soldier Fly atau lalat tantara hitam yang dikenal dengan istilah maggot BSF mampu mengkonversi berbagai limbah organik untuk dijadikan berbagai produk, seperti pakan ternak unggas dan ikan. Cairan lindinya dapat dijadikan pupuk organik cair dan campuran nutrisi hidroponik. Kasgotnya atau sisa limbah yang dikonversi dijadikan kompos. Walaupun demikian, memang diperlukan suatu cara agar bahan baku berupa limbah organik dapat terus disuplai untuk peternakan maggot BSF serta untuk skala besar diperlukan modal yang tidak sedikit dan juga pemasaran produk dari hasil biokonversi tersebut.
Harapan saya dalam pengelolaan sampah di Indonesia ini, sebaiknya Pemerintah Kota, Kabupaten dan juga Provinsi mau melakukan investasi agar seluruh sampah organik dan non-organik dapat dimanfaatkan menjadi produk yang berguna bagi masyarakat. Karena untuk melakukan hal tersebut sebetulnya sudah banyak teknologi yang telah teruji dan juga dikembangkan di berbagai negara.”
Dr. Muhammad Yusuf Abduh [KK Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk]
“Saat ini Indonesia sedang berhadapan dengan masalah limbah yang sangat serius. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup, berat timbunan limbah di Indonesia telah mencapai 73 juta ton per tahun atau setara dengan 200 ribu ton per hari. Angka tersebut didominasi oleh limbah organik yang berasal dari sektor rumah tangga (44,5%), dan area pasar (20,5%). Sektor pertanian juga ikut menyumbang jumlah limbah organik dengan angka yang cukup besar yaitu 145 juta ton per tahun.
Limbah organik umunya masih dikelola secara konvensional untuk menghasilkan pupuk. Salah satu tantangan utamanya adalah efektivitas waktu karena proses dekomposisi untuk mengurangi karbon dan nitrogen organik terlarut yang dilakukan oleh mikroba alami membutuhkan waktu yang relatif lama. Salah satu alternatif solusi yang efektif untuk mengolah limbah organik adalah dengan menggunakan larva lalat tentara hitam karena kemampuannya mengurai limbah ogranik menjadi biomassa tinggi protein dan lemak serta menghasilkan pupuk organik.
Valorisasi limbah organik menggunakan lalat tentara hitam yang didukung oleh teknologi tepat guna merupakan upaya yang dapat dilakukan oleh kita untuk mengatasi permasalah limbah organik dan juga menghasilkan bioproduk bernilai tinggi. Selain menghasilkan pupuk organik, berbagai produk lain bisa dikembangkan mulai dari pakan sampai tepung, minyak nabati, biodiesel, kitosan, suplemen asam amino dan banyak lagi produk turunan lainnya. Harapanya, kita semua dapat ikut berkontribusi dalam pengelolan limbah di sekitar kita untuk tempat tinggal kita yang lebih besih dan lebih nyaman untuk untuk kebaikan bersama.
#Let’sValorize.”
Ramadhani Eka Putra, Ph.D. [KK Management of Natural Resources]
“Seiring dengan peningkatan penduduk di Indonesia dan perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia, produksi limbah organik di Indonesia akan semakin meningkat. Hal ini terutama terkait dengan berkembangnya UMKM berbasis makanan dan seleksi dari produk segar untuk dapat memenuhi standar pasar selain juga lemahnya teknologi pasca panen dan rendahnya harga produk segar.
Sifat BSF yang dapat mengkonsumsi limbah organik dengan variasi tinggi dengan kecepatan dan level konsumsi tinggi (dapat mengkonsumsi beberapa kali dari berat tubuh) menjadikan mereka sebagai kandidat sebagai agen pengurai limbah organik. Serangga ini dapat dipelihara dalam wadah buatan dan dapat dipuasakan sehingga dapat dimanfaatkan pada level rumah tangga atau komunal. Produk akhir berupa biomasa tubuh (yang kaya akan protein dan lemak) serta kompos yang kaya akan fosfat dan kalium memberikan potensi sebagai komponen dari pertanian dan peternakan. Bila biaya produksi dapat ditekan dan tingkat produksi berkesinambungan maka dapat berperan sebagai salah satu sumber penghasilan.
Pengolahan limbah organik dapat dikatakan sukses bila dilakukan di lokasi sumber (rumah tangga maupun komunal) dan terjadi penurunan jumlah limbah karena efisiensi proses penggunaan dan pengawetan produk segar. Karenanya saat ini saya tengah fokus pada kegiatan-kegiatan berbasis waste-to-food yang mengintegrasikan pengolahan limbah organik menggunakan BSF dan produksi pangan pada level lokal.
Contoh programnya adalah ‘Digitalisasi Sistem Integgrasi Pengolahan Limbah Organik dengan Produksi Pangan Mandiri dalam Pemulihan Ekonomi pada Level Komunitas’ yang telah tim kami laksanakan tahun 2021 lalu di daerah Bandung.”
—
Menarik bukan?
Meski merupakan tantangan yang besar, masalah limbah sebetulnya memilliki berbagai alternatif solusi yang bisa diterapkan, diantaranya melalui pemanfaatan lalat tentara hitam/black soldier fly (BSF)seperti yang telah banyak dilakukan ketiga praktisi di atas.
Karenanya, selagi kita cukup PEDULI dan mau ikut serta memberikan KONTRIBUSI POSITIF, maka permasalahan limbah akan dapat kita tanggulangi bersama.
Mari bantu sebarkan informasi penggunaan BSF sebagai alternatif solusi pengelolaan limbah organik yang efisien dan berdaya guna!
Dan dengan mengutip Pak Yusuf Abduh: #Let’sValorize
Editor: A. Sholihah